Perkenalkan adik laki-laki saya,
Fajar. Ia
sekarang duduk di kelas 7 SMP. Usianya baru 12 tahun.
Memerhatikan adik yang sedang tumbuh
dan berkembang itu mengasyikkan. Sabtu dua minggu lalu, saya pulang ke rumah.
Kira-kira pukul 12 siang, saya ikut Mama dan Papa pergi menjemput Fajar ke
sekolahnya. “Fajar hari ini ekskul (ekstrakurikuler) teater”, kata Mama. Sampai
di sekolah, kami menunggu barang setengah jam, Fajar belum selesai dengan
ekskulnya. Selesai ekskul, ia menghampiri kami dengan Hilman, seorang temannya,
yang hendak menebeng pulang.
Ketika mendengar bahwa adik saya
ikut ekskul teater, saya sudah berprasangka terlebih dahulu. Pikir saya, teater
macam apa yang bisa anak SMP pentaskan? Pasti bukan teater yang rumit dan
sulit. Paling-paling “hanya” drama atau kabaret lucu-lucuan yang naskahnya tak susah
dan ringan-ringan saja untuk dipahami anak SMP (maafkan saya telah meremehkanmu,
Dik). Saat SMA, kelas saya pernah membuat drama lucu-lucuan untuk keperluan
ujian mata pelajaran kesenian. Saya berpikir, kami yang SMA saja konsep dan kemampuannya
hanya sampai di drama komedi, apalagi anak-anak SMP ini?
Karena keingintahuan yang mendesak, saya
kemudian bertanya pada mereka berdua (Hilman juga ambil ekskul teater). “Kita
tadi abis latihan buat pementasan
bulan Februari, Mas”, ujar mereka saat saya tanyakan mengenai kegiatan mereka hari ini. “Kalian bakal main drama apa buat pentas
nanti?”, tanya saya kemudian. “Kita bakal main antara Malam Jahanam atau Bung
Besar, Mas. Kita masih pelajarin
naskah dua-duanya”, ucap mereka dengan bersemangat dan antusias. Mendengarnya, saya terperangah. Saya terkesan
sekali. Malam Jahanam gubahan Motinggo Busye serta Bung Besar bikinan Misbach
Yusa Biran jelas bukan drama main-main. Anak-anak SMP ini tak bisa dianggap
remeh (mereka sepertinya lebih keren dari kami yang mementaskan drama lelucon
waktu SMA itu). Prasangka saya runtuh. Diri yang bodoh ini memang terlalu
banyak membuat dugaan-dugaan yang lebih sering keliru daripada benar.
Setelah sampai di rumah, Fajar bercerita bahwa karena ia masih junior, kemungkinan di pentas nanti ia tak memainkan peran utama (peran utama akan dimainkan oleh seniornya). Saya bilang bahwa itu tak apa. Ia baru kelas 7, waktu belajar di SMP masih panjang. Masih banyak kesempatan untuk mempertajam kemampuan.
Lewat seminggu tak mendengar cerita
tentang kehidupan perteateran Fajar, Mama mengabari saya bahwa Fajar sedang
sering latihan Bung Besar di rumah. Adik saya kelihatan serius sekali mendalami
teater. “Semoga Fajar dapat peran di pentas nanti, Ma”, ucap saya menanggapi
kabar dari Mama itu.
Kalau ia serius berlatih teater,
siapa tahu ia bisa jadi sehebat Rendra atau Landung Simatupang. Ya, siapa tahu?
---
Selain sebagai anak-baru-namun-antusias
di kancah teater, Fajar juga seorang penggemar setia segala hal tentang
astronomi. Ia tertarik pada apapun tentang dunia antariksa. Ia suka Gravity,
Interstellar, dan The Martian (akan saya ajak menonton 2001: A Space Odyssey
kapan-kapan).
Selain main game dan sesekali membaca buku, ia lumayan sering menghabiskan
waktu lowongnya dengan menonton Discovery, National Geographic, atau History. Salah
satu acara yang suka kami tonton bareng adalah seri Ancient Aliens. Bagi beberapa
orang, teori-teori Ancient Aliens terdengar gila dan mengada-ada. Teori-teori
itu sangat sinting kadang: bahwa piramid Mesir dibangun dengan kuasa alien,
bahwa mitos naga di Asia Timur sebenarnya adalah bahtera terbang alien, bahwa
pada zaman kuno telah ada pesawat jet, serta sederet argumen aneh lain.
Namun bagi kami, pada teori-teori
yang memang seringkali lucu itu, dapat ditemukan beberapa argumen yang menarik,
juga provokatif. Argumen bahwa dewa-dewi yang hidup di mitologi sebenarnya
adalah alien, misalnya. Jika Nietzsche menyebut bahwa tuhan, dewa-dewi, sebagai
zat-zat gaib yang memiliki otoritas sangat kuat, adalah hasil olah pikir manusia
yang membutuhkan sesuatu untuk ditakuti dan dipertuankan, maka tesis teoritikus
Ancient Aliens adalah lain. Mereka mendalilkan mengenai ukiran-ukiran yang
lazim ditemukan di artefak, candi, atau lokus penyembahan, yang menunjuk pada penyembahan kepada dewa-dewi;
dewa-dewi tersebut dicitrakan sebagai makhluk-yang-ada-dan-bertahta-di-langit. Bagi
teoritikus Ancient Aliens, dewa-dewi itu bukanlah mitos-mitos yang dilahirkan
dari pikiran manusia; mereka adalah makhluk yang benar-benar turun dari langit
(man from the sky).
Jadi, daripada
menyebut bahwa dewa-dewi itu adalah konsep yang dilahirkan manusia dan
diletakkan kedudukannya di langit oleh manusia, teoritikus Ancient Aliens
beragumen bahwa makhluk-langit itu memang
betul-betul turun dari langi.. Mereka pernah turun ke bumi di masa kuno untuk
memberikan revelasi, pencerahan untuk manusia di bumi. Meski belum ada bukti objektif
dan empiris untuk membuktikan teori ini, namun tetap saja ia menarik diperbincangkan.
Di ulang tahunnya yang ke 12 tahun
di bulan Juli kemarin, saya menghadiahkan beberapa buku bertema astronomi
kepadanya. A Brief History of Time dan The Theory of Everything-nya Stephen
Hawking (versi terjemahan) serta Ayat-Ayat Semesta-nya Agus Purwanto (buku terbitan
Mizan ini bagus sekali – saya sandingkan dengan Stephen Hawking agar argumen sains
dan agamanya seimbang). Fajar bilang, buku-buku ini belum ada yang berhasil ia
tamatkan. Ia masih berusaha membaca buku-buku itu, akunya, namun tetap saja
sulit ia pahami. “Mas, kata tulisan di belakang ini (sambil menunjuk sinopsis A
Brief History of Time di sampul belakang), buku ini dapat dibaca siapapun, lah
Dek Fajar susah banget ngerti-nya”, ujarnya. Saya tergelak
mendengar ucapan jujur itu. Bukankah memang ada buku-buku tertentu yang harus
diendapkan beberapa lama di rak buku sampai kita mau dan mampu membacanya?
Perkembangan terakhir mengenai
keantariksaan ini, saya dengar dari Fajar kalau ia berkeinginan untuk
melanjutkan kuliah ke jurusan Astronomi ITB (Institut Teknologi Bandung). Ia
ingin jadi astronom, katanya.
Andaikata dalam perjalanan hidup, passion dan cita-citanya tidak berubah,
saya sangat mendoakan agar Fajar dapat masuk Astronomi ITB dan jadi astronom betulan. Sejenius Neil deGrasse Tyson atau Karlina Supelli, mungkin?
---
Semoga cita-cita Fajar terlaksana, aamiin.. Semangat!
ReplyDeleteSemoga cita-cita Fajar terlaksana, aamiin.. Semangat!
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete